Maraknya Produk Impor, KPPU Tekankan Pentingnya Upaya Proteksi Produk Dalam Negeri

 




JAKARTA | incomenews.id, Masifnya pertumbuhan platform e-commerce berpengaruh pada 

peningkatan penetrasi produk impor di Indonesia dengan harga yang relatif rendah. Hal ini 

tentunya menjadi tantangan besar bagi pelaku usaha dalam negeri dan UMKM lantaran harus 

bersaing dengan harga dan kualitas produk asing. Sebagai upaya memitigasi adanya 

kompleksitas persaingan yang dapat merugikan industri dalam negeri dan konsumen dalam 

jangka panjang, KPPU menyelenggarakan diskusi kelompok terpumpun (FGD) bertema 

“Maraknya Produk Jadi Impor di Indonesia: Kesiapan dan Upaya Pengendaliannya”, yang 

dipimpin oleh Anggota KPPU Eugenia Mardanugraha dan dihadiri pula oleh Anggota KPPU 

Hilman Pujana. Dilakukan di Gedung KPPU Jakarta, KPPU, Rabu (29/5/2024) mengumpulkan Kementerian 

Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UMKM, Direktorat 

Jenderal Bea dan Cukai, Gabungan Perusahaan Industri Elektronik dan Alat-alat Listrik Rumah 

Tangga Indonesia (GABEL), Asosiasi Pengusaha Ritel Merk Global Indonesia (APREGINDO), 

Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia(APSyFI), Asosiasi Pertekstilan 

Indonesia (API), dan Himpunan Peritel & Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO).

Maraknya produk impor di Indonesia dapat dilihat dari berbagai sektor, mulai dari 

elektronik, tekstil, hingga produk makanan dan minuman. Data dari Dirjen Bea dan Cukai 

menunjukkan bahwa nilai impor Indonesia terus meningkat, terutama dari negara-negara seperti

Tiongkok, Hong Kong, dan Jepang. Produk-produk dari negara-negara tersebut dikenal memiliki 

harga yang kompetitif dan kualitas yang baik, sehingga menarik minat konsumen Indonesia.

Eugenia mengatakan bahwa serbuan barang impor jadi dengan harga murah ke dalam 

perekonomian Indonesia merupakan fenomena persaingan yang terlalu sengit dan mengancam 

keberlangsungan pelaku usaha domestik. 

“Dampak negatif akibat hal ini adalah menurunnya produksi dalam negeri, penurunan 

produk domestik bruto, dan pada akhirnya menurunkan kesejahteraan rakyat. Pemerintah 

Indonesia memiliki berbagai instrumen untuk membendung banjirnya barang impor dengan harga 

yang sangat rendah, dengan di antaranya: Bea Masuk, Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD), Bea 

Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP), Persetujuan Impor, Standar Mutu Nasional, Kuota Impor, 

dan sebagainya. Namun berbagai instrumen tersebut belum cukup untuk membendung 

masuknya barang impor dengan harga murah,” jelas Eugenia.

Sekretariat Deputi Bidang Usaha Kecil dan Menengah Kementerian Koperasi dan UMKM, 

Koko Haryono, dalam pemaparannya menyatakan bahwa sekitar 83% barang yang masuk ke 

Indonesia pada tahun 2022 melalui e-commere harganya di bawah USD 100. Angka yang sangat 

besar itu terjadi sebelum penerapan Permendag No. 31 Tahun 2023 (tentang PMSE). Untuk 

meningkatkan penjualan produk lokal dilakukan melalui kemitraan dengan perusahaan digital, 

program UMKM go-digital, koperasi modern, dan UMKM dalam E-Katalog. Perwakilan dari

Kementerian Perdagangan, Rifan Ardianto, menyatakan bahwa Permendag No. 31 Tahun 2023 membatasi penjualan barang-barang impor langsung (cross border import) di platform digital

dengan berbagai persyaratan. Upaya meningkatkan penjualan produk lokal di platform digital

juga sudah dilakukan di antaranya dengan memberikan fasilitas ruang promosi. Perwakilan dari

Subdit Intelegen Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Sugeng, menyatakan sejak adanya 

Permendag 31 Tahun 2023, impor barang melalui e-commerce menurun. Kebijakan lain yang 

dapat dilakukan diantaranya adalah penerapan safeguard dan counterfailing duties. “Namun 

tentu saja penerapannya harus hati-hati karena ada benturan dengan perjanjian WTO,” ungkap 

perwakilan dari Kementerian Perdagangan, Dwi Wahyono.

Perwakilan dari APSyFI, Redma, menyatakan hingga saat ini bahwa di platform digital

masih ada produk yang harganya tidak masuk akal misalnya produk baju bayi. Masalah lainnya 

yang disoroti adalah dukungan akses pasar, serta penegakan hukum terkait SNI dan labeling.

Perwakilan dari GABEL, Wisnu Gunawan, menyoroti Permedag 36 Tahun 2023 di mana 

Permendag ini membuat industri yang sudah mati suri kembali bergairah. Namun relaksasi impor 

melalui Permendag 8 Tahun 2024 membuat masa depan industri elektronik lokal menjadi tidak 

menentu. Perwakilan dari APREGINDO, Hanaka Santoso, menyatakan bahwa hambatan impor 

harusnya dilakukan secara selektif, karena mengakibatkan Indonesia menjadi kurang kompetitif 

dibandingkan dengan negara lainnya terutama dalam rangka menjadi tujuan “Shopping Tourism”.

Hal senada juga disampaikan oleh perwakilan dari HIPPINDO, Noviantya Ayu, di mana selain 

upaya penegakan hukum terhadap impor ilegal, juga diperlukan upaya agar konsumen Indonesia 

tidak lari ke luar negeri. Perwakilan API, Danang, menyatakan bahwa regulasi di Indonesia untuk 

melindungi serbuan produk impor telah cukup, namun lemah dalam penegakannya. Akibatnya 

masih banyak produk impor baik resmi maupun ilegal yang membanjiri pasar Indonesia. Hal ini 

memberikan tekanan yang luar biasa terhadap pelaku usaha dalam negeri, terbukti kontribusi 

manufaktur terhadap PDB Indonesia terus mengalami penurunan dalam 10 tahun terakhir ini.

Ke depannya, KPPU akan bersinergi dengan berbagai pihak terkait guna mendiskusikan 

langkah-langkah menghadapi ancaman terhadap industri dalam negeri akibat harga produk jadi 

impor yang sangat murah. KPPU berusaha melindungi industri dalam negeri maupun UMKM dari 

praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, sehingga industri domestik dapat tumbuh 

dan berkembang di tengah persaingan global. Dengan kebijakan yang tepat dan implementasi 

yang efektif, Indonesia dapat mengoptimalkan manfaat dari perdagangan internasional dengan 

tetap melindungi dan mendukung pelaku usaha dan UMKM sebagai pilar utama perekonomian 

nasional. (WM01)